Jumat, 27 Januari 2017

Artikel (Prinsip Hidup Pluralis)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus bukti nyata   dalam kehidupan di masyarakat. Keragaman atau pluralis  merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu mendatang sebagai fakta,  keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi diterima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi lain dianggap sebagai faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga dapat menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik. Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inheren yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi manusia. Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip hidup pluralis  dalam kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal rasial, sukubangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan kekuasaan. Di Indonesia, berbagai konflik antarsukubangsa, antarpenganut keyakinan keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan Kalimantan Tengah. Masyarakat majemuk Indonesia belum menghasilkan tatanan kehidupan yang egalitarian dan demokratis. Persoalan-persoalan tersebut sering muncul akibat adanya dominasi sosial oleh suatu kelompok. Adanya dominasi sosial didasarkan pada pengamatan bahwa semua kelompok manusia ditujukan kepada struktur dalam sistem hirarki sosial suatu kelompok. Di dalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil dominasi dan hegemoni kelompok pada posisi teratas dan satu atau sejumlah kelompok subordinat pada posisi paling bawah. Di antara kelompok-kelompok yang ada, kelompok dominan dicirikan dengan kepemilikan yang lebih besar dalam pembagian nilai-nilai sosial yang berlaku. Adanya dominasi sosial ini dapat mengakibatkan konflik sosial yang lebih tajam. Negara-bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dapat disebut sebagai masyarakat multikultural.  Berbagai keragaman masyarakat Indonesia terwadahi dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentuk dengan karakter utama mengakui pluralitas dan kesetaraan warga bangsa. NKRI yang mengakui keragaman dan menghormati kesetaraan adalah pilihan terbaik untuk mengantarkan masyarakat Indonesia pada pencapaian kemajuan peradabannya. Cita-cita yang mendasari berdirinya NKRI yang dirumuskan para pendiri bangsa telah membekali bangsa Indonesia dengan konsepsi normatif negara bangsa Bhinneka Tunggal Ika yang sejalan dengan prinsip hidup pluralis, membekali hidup bangsa dalam keberagaman, kesetaraan, dan harmoni. Hal tersebut merupakan kesepakatan bangsa yang bersifat mendasar. Konstitusi secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berkesetaraanyang identik dengan prinsip hidup pluralis. Dalam  Al- Qur’an   disebutkan  :

Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal ( Q.S . Al- Hujurat : 13 ). [1]
Pasal 27 menyatakan: “Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan”[2] adalah rujukan yang melandasi seluruh produk hukum dan ketentuan moral yang mengikat warga negara. Keberagaman bangsa yang berkesetaraan akan merupakan kekuatan besar bagi kemajuan dan kesejahteraan negara bangsa Indonesia. Negara bangsa yang beragam yang tidak berkesetaraan, lebih-lebih yang diskriminatif, akan menghadirkan kehancuran. Semangat multikulturalisme dengan dasar kebersamaan, toleransi, dan saling pengertian merupakan proses terus-menerus, bukan proses sekali jadi dan sesudah itu berhenti. Di sinilah setiap komunitas masyarakat dan kebudayaan dituntut untuk belajar terus-menerus atau belajar berkelanjutan. Proses pembelajaran semangat multikulturalisme terus-menerus dan berkesinambungan dilakukan. Untuk itu, penting kita miliki dan kembangkan kemampuan belajar hidup bersama dalam multikulturalisme masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Kemampuan belajar hidup bersama di dalam perbedaan inilah yang mempertahankan, bahkan menyelamatkan semangat multikulturalisme. Tanpa kemampuan belajar hidup bersama yang memadai dan tinggi, niscaya semangat multikulturalisme akan meredup. Sebaliknya, kemampuan belajar hidup bersama yang memadai dan tinggi akan menghidupkan dan memfungsionalkan semangat multikulturalisme. Proses pembelajaran semangat multikulturalisme atau kemampuan belajar hidup bersama di tengah perbedaan dapat dibentuk, dipupuk, dan atau dikembangkan dengan kegiatan, keberanian melakukan perantauan budaya (cultural passing over), pemahaman lintas budaya (cross cultural understanding), dan pembelajaran lintas budaya (learning a cross culture)[3].

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.Keragaman dan kesetaraan adalah hal yang saling berkaitan satu  
   sama lain 
2.Keragaman   dan   kesetaraan   adalah   sifat   dasar  dari manusia dan   
   bangsa  Indonesia  menjadikan   sebagai   bingkai   dasar   Negara        
   kesatuan Republik   Indonesia
3.Mengetahui  dan mengenali bagaimana masyarakat Indonesia
 mengelola    keragaman dan   kesetaraan  dalam     kehidupan  berbangsa  dan bernegara sesuai dengan  Semboyan  “Bhineka Tunggal Ika”
 
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
            Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan di Bidang Ilmu Tasyawuf  dan menambah pemahaman tentang kemajemukan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.                                                                                         
  

BAB II 
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian  Wahdat  Al- Adyan  ( Prinsip Hidup  Pluralis ).
Pengertian  Prinsip Hidup Pluralis  menurut bahasa  adalah  , prinsip : dasar , azas , pedoman , pokok dasar berpikir dan bertindak .  Hidup: masih  terus ada , bergerak dan bekerja sebagaimana mestinya .Pluralis : hal yang menyatakan banyak atau lebih dari satu.  Sedangkan  pengertian  Prinsip hidup  pluralis menurut istilah adalah statu pedoman hidup yang  mau menerima dan menghargai  orang lain yang berbeda  suku, budaya  dan nilai  kepribadian  dari kalangan  manapun .[4]
Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan keragaman yang lazim kita sebut prinsip hidup pluralis . Prinsip hidup plurales  dapat  dikaji dengan pendekatan formal dan pendekatan substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji prinsip tersbut  berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupuin norma, sedangkan pendekatan substantif mengkaji konsep plurales  berdasarkan keluaran / output, maupun proses terjadinya. Konsep / prinsip hidup plurales  biasanya dihubungkan dengan gender, status sosial, dan berbagai hal lainnya yang mencirikan perbedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan. Sedangkan konsep keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada kehidupan dan kebudayaan umat manusia. Kalau kita perhatikan lebih cermat, kebudayaan Barat dan Timur mempunyai landasan dasar yang bertolak belakang. Kalau di Barat budayanya bersifat antroposentris (berpusat pada manusia) sedangkan Timur, yang diwakili oleh budaya India, Cina dan Islam, menunjukkan ciri teosentris (berpusat pada Tuhan. Dengan demikian konsep-konsep yang lahir dari Barat seperti demokrasi, mengandung elemen dasar serba manusia, manusia-lah yang menjadi pusat perhatiannya. Sedangkan Timur mendasarkan segala aturan hidup, seperti juga konsep pluralis dan keberagaman, berdasarkan apa yang diatur oleh Allah  melalui ajaran-ajarannya. Penilaian atas realisasi pluralis dan keragaman pada umat manusia, khususnya pada suatu masyarakat, dapat dikaji dari unsur-unsur universal kebudayaan pada berbagai periodisasi kehidupan masyarakat. Sehubungan dengan itu Negara kebangsaan Indonesia terbentuk dengan ciri yang amat unik dan spesifik. Berbeda dengan Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Yunani, yang menjadi suatu negara bangsa karena kesamaan bahasa. Atau Australia, India, Sri Lanka, Singapura, yang menjadi satu bangsa karena kesamaan daratan. Atau Jepang, Korea, dan negara-negara di Timur Tengah, yang menjadi satu negara karena kesamaan ras. Indonesia menjadi satu negara bangsa meski terdiri dari banyak bahasa, etnik, ras, dan kepulauan. Hal itu terwujud karena kesamaan sejarah masa lalu; nyaris kesamaan wilayah selama 500 tahun ,Kerajaan Sriwijaya dan 300 tahun ,Kerajaan Majapahit dan sama-sama 350 tahun dijajah Belanda serta 3,5 tahun oleh Jepang [5].
2.1.1  Mengenali dan mengelola keragaman masyarakat di Indonesia
Tidak ada masyarakat yang seragam. Setiap kelompok, baik di tingkat negara maupun di tingkat komunitas, dibangun atas berbagai macam identitas. Untuk dapat berfungsi dengan baik, kelompok tersebut harus mampu mengenali dan mengelola keragaman yang ada. Identitas dan Salient Identity Secara mudah, identitas dapat diartikan sebagai ciri yang melekat atau dilekatkan pada seseorang atau sekelompok orang. Beberapa identitas, misalnya ras dan usia, cenderung bersifat given. Beberapa lainnya lebih merupakan pilihan, seperti agama, ideologi, afiliasi politik, dan profesi. Di samping itu, ada pula identitas yang terkait dengan pencapaian, seperti pemenang/pecundang, kaya/miskin, pintar/bodoh. Ada kalanya, sebuah identitas terkesan lebih mencolok atau berarti dibanding lainnya. Sebelum penghapusan politik Apartheid misalnya, warna kulit menjadi identitas pembeda yang paling mencolok di Afrika Selatan. Pasca tragedi WTC, identitas Muslim/nonMuslim yang sebelumnya tidak terlalu mendapat perhatian menjadi penting bagi masyarakat Amerika Serikat. Identitas agama dan etnisitas biasanya mendapatkan perhatian lebih. Bisa jadi, ini karena keduanya dianggap lebih rawan konflik dibandingkan identitas lain. Padahal, keragaman status sosial (kaya/miskin, ningrat/jelata, berpendidikan/tidak berpendidikan), kondisi fisik (sehat/sakit/diffable/butawarna), fungsi dan profesi (produsen/konsumen, guru/siswa, dokter/pasien), jenis kelamin, usia, afiliasi politik, ideologi, gaya hidup (moderat/militan), dan lain sebagainya juga perlu dikelola. Hal ini bukan semata untuk mengurangi potensi konflik, melainkan juga untuk memungkinkan pelayanan (publik) yang prima dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa. Sayang, slogan-slogan seperti Berbeda itu Indah, Bhinneka Tunggal Ikadan Unity in Diversity lebih ditujukan untuk mengelola keragaman agama dan etnisitas semata. Jumlah, Struktur, dan Identitas Dominan ,Does number count?
 Apakah jumlah berpengaruh? Pertanyaan ini penting dijawab ketika mengelola keragaman. Ada kalanya, ketidakselarasan hubungan sangat terkait dengan ketimpangan jumlah (mayoritas-minoritas). Namun, ketidakselarasan juga dapat timbul dari ketimpangan yang sifatnya lebih strukturalseperti ketimpangan kekuasaan, sumber daya, pengaruh, keahlian, dan sebagainya.  Ketidakpekaan terhadap komposisi mayoritas-minoritas serta ketimpangan struktural berperluang memunculkan masalah. Beberapa di antaranya adalah: Tirani mayoritas
 Dalam kelompok yang komposisi mayoritas-minoritasnya mencolok, mekanisme-mekanisme pengambilan keputusan yang menekankan pada jumlah (sepert imisalnya voting) perlu dihindari karena cenderung melimpahkan kekuasaan pada mayoritas saja. Jika hubungan mayoritas-minoritas tidak kondusif, kekuasaan yang terpusat pada mayoritas dapat disalahgunakan. Salah satu contoh tirani mayoritas adalah ketika mayoritas kulit putih Amerika Serikat di awal abad 20 memilih disahkannya undang-undang segregasi berdasar warna kulit , akibatnya, orang kulit hitam hanya boleh duduk di bagian belakang bus, hanya boleh menggunakan kamar mandi khusus kulit hitam, hanya boleh menghadiri gereja dan sekolah kulit hitam, dll. Ada banyak hal yang menyebabkan ketidakterwakilan. Di antaranya adalah keberadaan minoritas atau kaum lemah yang “tidak nampak”, sehingga mereka tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, atau aspirasi mereka tidak dianggap penting. Rapat desa misalnya, biasanya hanya mengundang laki-laki dewasa. Contoh lain adalah pengambilan keputusan di lingkungan kampus atau asrama yang tidak dikonsultasikan dengan mahasiswa atau penghuni asrama.   Sistem dan sarana (publik) yang tidak ramah guna. Umumnya, proses merancang sistem dan sarana (publik) hanya disesuaikan dengan kebutuhan mayoritas atau kaum kuat. Hal ini dapat dilihat dari loket pelayanan, letak telfon di box telfon umum, serta lubang kotak pos yang terlalu tinggi untuk jangkauan anak-anak atau pengguna kursi roda.    
 Ada banyak cara mengelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan:
Untuk mendekonstruksi stereotip dan prasangka terhadap identitas lain
Untuk mengenal dan berteman dengan sebanyak mungkin orang dengan identitas  yang berbeda bukan sebatas kenal nama dan wajah, tetapi mengenali latar  belakang, karakter, ekspektasi, dll, makan bersama, saling berkunjung, dll
Untuk mengembangkan ikatan-ikatan (pertemanan, bisnis, organisasi, asosiasi, dll)    yang bersifat inklusif dan lintas identitas, bukan yang bersifat eksklusif
 Untuk mempelajari ritual dan falsafah identitas lain
 Untuk mengembangkan empati terhadap identitas yang berbeda
 Untuk menolak berpartisipasi dalam prilaku-prilaku yang  
    diskriminatif   

2.1.2. Memahami Masyarakat Multikultural
Pemahaman terhadap multikulturalisme sendiri sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari pengertian kebudayaan. Karena kata kebudayaan itulah, yang menjadi kunci pemahaman konsep multikulturalisme. Kebudayaan merupakan sekumpulan nilai moral untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaan.  Multikulturalisme adalah sebuah paham yang mengakui adanya perbedaan dalam kesetaraan, baik secara individual maupun kelompok dalam kerangka kebudayaan. Heterogenitas [6].

2.2. Wahdat  Al- Adyan  ( Prinsip  Hidup  Pluralis  ) Menurut Ajaran Tasyawuf.
      Dimana- mana  belakangan ini , kita  mendengar  sejumlah kelompok  tertentu membenarkan kekerasan atas  nama Islam  untuk  membungkam oranglain. Perbedaan  diantara ummat beragama  dinafikan  dengan  membenarkan tindak  sewenang – wenang dan tidak  beradap terhadap orang  atau kelompok lain yang  berbeda dengannya  dan bukan lagi sebagai ’ hikmah ”  atau moralitas.  Padahal pada hakikatnya Islam   itu  sebagai agama  kaffah  yang terdiri dari tiga  komponen  yaitu : aqidah, syariah dan tasyawuf , mengapa   mereka  itu tidak memahami ?
      Berikut  akan dijelaskan  inti  dari  ajaran tasyawuf  yang sejalan  dengan  prinsip hidup pluralis , yang telah  disajikan oleh  Prof. Dr.H.M. Amin Syukur, M.A.  pada kuliah  hari selasa tanggal 15 Juni 2010, antara  lain :
2.2.1  Inti dari  ajaran tasyawuf  adalah :
Ø  Penghayatan  aqidah  dan ibadah ( ihsan ).
Ø  Murakkobah ( merasa diintai  oleh allah SWT ).
Ø  Taqorrub (  merasa dekat  dengan Allah SWT ).
Ø    Munajat (  mampu berdialog  dan berkomunikasi langsung  denagan Allah SWT ).
Ø    Berakhlakul  karimah  ( selalu berbuat baik )  baik secara vertikal  dengan  sesama manusia  maupun horizontal  terhadap allah SWT .
2.2.2 Implementasi   tasyawuf dalam  kehidupan  sosial  antara lain Sebagai berikutt :
v  Aktif  dalam Ipoleksosbudhankam
v  Einterprestasi  ajaran tasyawuf yang disalahpersepsikan
v  Berpikir positif terhadap Allah , diri sendiri dan  orang lain.
v  Dari  pasif ke aktif, dari tafakkur ke tindakan terbuka.
v  Kesolehan individual  ke solehan sosial
v  Seimbang  dalam aspek sosial
v    Seimbang dalam aspek  kehjidupan : jasmani rohani, dunia akhirat, teologi , fiqh  dan tasyawuf .

2.2.3. Hidup Bermasyarakat
Disamping itu  pula  Prof . Dr. H.M. Amin Syukur , M.A.  menyampaikan  bahwa dalam  hidup bermasyarakat  itu hendaknya :

*                  Saling menghormati, saling menghargai , tenggang rasa dan lain – lain ,semuanya itu berpangkal  pada hati sanubari ( qolb ).
*                  Ketahuilah  bahwa pada  diri manusia  terdapat segumpal daging  yang apabila  ia baik maka baiklah  seluruh tubuh , dan  apabila ia rusak  maka rusaklah seluruh tubuh , itulah yang disebut  qolb.[7]  
Dari rangkaian dan uraian diatas, jelaslah  bahwa  prinsip hidup pluralis  merupakan  bagian dari   ajaran  tasyawuf  .




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan  dan Saran
3.1  Kesimpulan

Indonesia, merupakan negara berkembang seperti negara lainnya memiliki permasalahan sosial yang tidak sederhana. Namun, penting untuk dipertanyakan mengapa Indonesia lebih tertinggal dari Malaysia atau Singapura, padahal Indonesia lebih awal merdeka. Indonesia merupakan wilayah yang terdiri dari banyak suku dan memiliki beraneka raga budaya, sehingga masyarakat Indonesia merupakan masyarakat multikultural bahkan sebagai salah satu negara multikultural terbesar didunia. Kemajemukan tersebut sering menjadi kebanggan bangsa, banyak orang belum tau dan menyadari bahwa kebanggan itu menyimpan potensi yang berbahaya yaitu konflik sosial. Uraian sebelumnya telah mempertebal keyakinan kita betapa paradigma pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan di antara kita. Harapannya, dengan implementasi hidup yang pluralis , akan    membantu kita semua  mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Prinsip hidup pluralis  sebagai wacana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat dimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Tujuan utama dari pengembangan hidup pluralis  adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda, selain itu juga bertujuan mengubah pendekatan pengajaran dan pembelajaran ke arah memberi peluang yang sama pada setiap warga negara Indonesia. Untuk dapat membangun rasa pengertian, kebersamaan, dan kedamaian, perlu usaha menanamkan konsep, nilai-nlai dan keberadaan dari etnis atau golongan lain pada generasi penerus. Hal itu dapat ditempuh melalui pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu bahkan dunia secara keseluruhan. Pendidikan multikultural dapat melatih dan membangun karakter siswa/ mahasiswa  agar mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka sehingga sekolah tidak hanya mampu mrngantar siswa/ mahasiswa menjadi pandai tetapi untuk dapat memiliki nilai-nilai demokrasi, humanisme, dan pluralisme serta cerdas dalam mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan multikultural diharapkan dapat melakukan transformasi pendidikan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dari praktek-praktek diskriminatif, stereotipe dalam proses pendidikan, sehingga dapat menanamkan rasa kebersamaan, keadilan dan kemanusiaan yang selanjutnya dapat tercermin dalam tindakan-tindakan orang-orang terdidik. Dalam pelaksanaannya mungkin banyak tantangan, kendala yang utama datang dari para pengajar yang kurang memahami tentang konsep multikultural, dan sulitnya bersikap netral untuk jauh dari sikap sterotipe dan primordial. Namun sebesar dan seberat apaun tantangan tersebut, lembaga pendidikan harus memulainya sebab hal ini tidak dapat dihindari.beberapa pakar pendidikan bahkan mengatakan sudah merupakan kebutuhan mendesak tidak dapat ditawar-tawar lagi.        

3.2    Saran

Setelah mengetahui kondisi yang telah ada, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:
1.      Marilah kita laksanakan bersama- sama Wahdat Al- Adyan (prinsip hidup pluralis ) , karena  hal tersebut  menunjukkan pada kenyataan tentang adanya kemajemukan. Dengan kata lain, pluralisme agama adalah bahwa tiap pemluk agama dituntut bukan saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tapi terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan guna tercipanya kerukunan, dalam kebinekaan. Keberagaman adalah rahmat yang telah digariskan Allah, menolak kemajemukan sama halnya mengingkari pemberian Ilahi. Perbedaan merupakan kodrat manusia. Karena perbedaan adalah rahmat, maka kita  optimis keberagaman akan membawa kemaslahatan bangsa, bukan memecah bangsa.
2.  Ingat, pemahaman yang didasarkan kesadaran kemajemukan secara sosial-budaya-religi yang tidak mungkin ditolak inilah disebut sebagai pluralisme. Yaitu sistem nilai yang memandang secara positif-optimis dan menerimanya sebagai pangkal tolak untk melakukan upaya konstruktif dalam bingkai karya-karya kemanusiaan yang membawa kebaikan dan kemaslahatan.





DAFTAR PUTAKA



Depag RI, Al- qur’an dan terjemahnya , Penerbit Asy- sifa’ semarang  , Surat Alhujurat: 13


 Undang   Undang  Dasar  Negara Republik  Indonesia  pasal  27


Kamus Inggris  Indonesia , An  English- Indonesian Dictionary, oleh  John M. Echols dan Hasssan  Shadily, PT. Gramedia Jakarta.


Kamus Besar Bahasa Indonesia , Tim Penyusun: Departemen Pendidikan  dan Kebudayaan , Perum penerbitan  dan percetakan : Balai Pustaka , BP. No. 3658 hal: 691-701




Dr. K.H. Said Aqil  Siroj,  Tasyawuf  Sebagai  Kritik  Sosial , Ciganjur, Maret  2006, hal  27




Prof . Dr. H.M. Amin Syukur , M.A. Tentang Tasyawuf ,pada kuliah  hari Selasa tanggal 15 Juni 2010 di Universitas  Darul Ulum Jombang .





BIBLIOGRAFI


Penulis I:

Nama               : Arip Setyoadi, S.Pd.I
Tempat Lahir   : Mojokerto
Tgl. Lahir        : 03 Juni 1962

Riwayat Pendidikan :

1.      SDN Ngembeh  I  Tahun  lulus 1975
2.      M.Ts. N  Mojokerto Tahun lulus  1979
3.      PGAN  Mojokerto Tahun  lulus 1982
4.      D2 PAI  IAIN Sunan Ampel Surabaya  Tahun lulus  1997
5.      S1 PAI  STIT Raden Wijaya  Mojokerto Tahun lupus  2008
6.      Mahasiswa UNDAR Jombang  , Program   Magíster  Studi Islam Pasca Sarjana  lulus 2012

Riwayat pekerjaan

            1. Sebagai guru Pendidikan Agama Islam  di SD mulai Th. 1985 s/d  
                sekarang


Riwayat organisasi :

1.      Sekretaris  KKGPAI Kec. Dlanggu Th 1995 – 2016
2.      Sekretaris  KKGPAI  Kab. Mojokerto Th. 2016 – sekarang

 







https://youtu.be/siLEjhLetII
Lokasi: Mojokerto, East Java, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar